PERLU KAJIAN YANG MENDALAM TENTANG WACANA PENUTUPAN LOADING RAMP

Tajukjurnalis.com, Kalbar – Wacana penutupan loading RAMP, dari pemberitaan insidepontianak.com menurut Anton, direktur Lembaga Gopemba Belantara perlu mendapat kajian yang sangat serius, dan saya berharap setiap semua keputusan yang menyangkut keputusan besar dan berdampak masif dan akan mengganggu potensi ekonomi kecil harus berbasis riset, jangan berdasarkan asumsi.
Karena regulasi bukan untuk mematikan potensi petani kelapa sawit mandiri.
Menurut Anton, terkait pendapat Bapak Hofi Munawar tentang ” dari mana “: suply TBS, perlu juga diluruskan. sebab pertanyaan itu harus di jelaskan oleh DISBUNAK Prov. KAL BAR.
Terkait pernyataan Bapak Kepala dinas perkebunan dan peternakan provinsi KAL – BAR, tentang Pabrik tidak mendapatkan hasil yang jelas, menurut Anton, pernyataan ini ambigu dan sangat tidak berdasar.
Sebab, loading ramp, pasti membeli TBS dibawah harga Pabrik.
Dan Pabrik membeli TBS mengacu kepada yang telah di tentukan dalam penetapan harga bersama DISBUNAK.
Kemudian, TBS masyarakat tidak standar, saya menyampaikan perbedaan pendapat, Pertama , sebab setiap buah buah yang dibeli pabrik tentu di sortir/grading, kedua, kualitas TBS tidak di tentukan dari loading ramp, tapi ditentukan dari petani mandiri, dan ini seharusnya perusahaan dan atau DISBUNAK harus mengambil peran dalam hal penyuluhan untuk menjaga kualitas TBS petani kelapa sawit mandiri.
Terkait tidak standar ISPO, menurut Anton, poin inilah yang menjadi key poin dalam penyelesaian berbagai ISSUE.
ISPO adalah instrumen sustainability/ keberlanjutan. semangat daripada ISPO, tidak ada yang dirugikan, dengan prinsip keseimbangan, antara: PLANET, PEOPLE DAN PROFIT.
Dalam persoalan ini, sangat relevan, PEOPLE atau masyarakat. Masyarakat sekitar merupakan stakeholder yang paling terdampak, sehingga wacana penutupan loading ramp, sangat mungkin ditutup, tetapi jangan sampai petani sawit mandiri tidak punya sarana untuk menjual TBS mereka ke pabrik. Akibat salah dalam mengambil kebijakan.
Saya rasa loading ramp untuk ditutup, itu sebuah keputusan yang terburu buru .ini lebih banyak berdampak pada masyarakat petani sawit mandiri atau lokal.jika ada segelintir pencurian buah yang terjadi di sebuah perusahaan perkebunan ,apakah harus loading ramp harus ditutup ?..
Pemerintah harus berani turun kelapangan, sebab, di daerah tidak semua perusahaan bermitra membeli TBS melalui kemitraan dengan Koperasi, dan pada saat ini masyarakat yang menanam sawit mandiri sangat besar volumenya.
Kemudian, menurut saya pemerintah khususnya, DISBUNAK Prov. KAL BAR, dalam menetapkan dan menerapkan kebijakan dan aturan di bidang perkebunan kelapa sawit harus betul melihat akar persoalan secara komprehensif.
Sebab persoalan perkebunan kelapa sawit dan masyarakat, menurut saya sudah sangat rumit.
Dan cenderung yang di rugi masyarakat sekitar perusahaan. Saya cukup banyak riset tentang persoalan besar permasalahan antara perusahaan dan masyarakat yang harus di selesaikan para pemangku kepentingan, termasuk DISBUNAK.
Persoalan tersebut: Pertama, tata niaga TBS, Kedua konflik agraria, Ketiga, perusahaan yang membuka lahan di luar IUP dan SHGU, Keempat, kewajiban memfasilitasi plasma yang kurang 20%, Ke-lima, pengelolaan plasma pola kemitraan, ada beberapa perusahaan perkebunan yang plasma nya sudah AKAD KREDIT, tapi sistem perhitungan hasil masih Pakai dana talang bukan perhitungan sisa hasil usaha (SHU). Sebagai contoh, ada salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit bermitra dengan KOPBUN, akad kredit tahun 2020, dan masih menerapkan dana talang, Rp.200.000/ha/bulan.
Seharusnya, pemerintah jangan tutup mata.
Kepada para akademisi, saya mengharapkan melalui perguruan tinggi, mahasiswa didorong melakukan penelitian terkait penerapan kriteria ISPO, agar persoalan ini bisa terurai. (*)